Mari Maklumi Rencana Belanja Online Kena Bea Meterai Rp10 Ribu
15 Juni 2022, 08:56:34 Dilihat: 555x
"Mengenai Bea Meterai yang akan dikenakan terhadap dokumen pada transaksi e-commerce, secara umum diatur dalam UU Bea Materai," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor kepada CNNIndonesia, Selasa (14/6) kemarin.
Neil menjelaskan pungutan bea meterai diberlakukan untuk memberikan keadilan bagi pelaku usaha baik konvensional maupun daring yang ada di platform belanja online. Oleh karenanya, DJP berkeyakinan kebijakan itu tidak akan memberikan dampak buruk terhadap ekonomi digital.
"Pengenaan bea meterai ini bukan merupakan jenis pajak baru sehingga diharapkan tidak akan berimbas terhadap ekonomi digital," jelasnya.
Lebih lanjut Neil menyebutkan pihaknya telah melakukan komunikasi dan terus berdiskusi dengan asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA). Dengan demikian, pihaknya berharap penerapan bea meterai ini nantinya bisa berjalan dengan baik.
"DJP bersama dengan idEA sebagai wadah pelaku e-commerce terus berdiskusi untuk menentukan mekanisme pemeteraian atas T&C (Terms and Condition/syarat dan ketentuan) yang memenuhi persyaratan sebagai dokumen perjanjian yang terutang bea meterai," tuturnya.
Komunikasi itu pun sudah diakui IdEA. Mereka juga sudah memberikan masukan kepada pemerintah.
Salah satunya, idEA menilai penerapan bea meterai elektronik pada T&C akan menghambat pertumbuhan ekonomi digital dan mengurangi daya saing Indonesia di kancah global.
Oleh karenanya, idEA merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan pengecualian khusus agar T&C tidak menjadi objek e-meterai karena dampaknya yang cukup masif dalam menghambat digitalisasi.
"Apabila di kemudian hari secara perdata diperlukan e-meterai, maka kami merekomendasikan dilakukan terutang di kemudian hari agar proses digitalisasi tidak terhambat," kata Ketua Umum IdEA Bima Laga.
Berbeda dengan idEA, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira melihat pengenaan bea meterai ini tidak akan berpengaruh besar terhadap ekonomi digital.
Apalagi yang dikenakan bea meterai adalah dokumen dengan nilai di atas Rp5 juta.
"Karena pengenaan hanya Rp10 ribu sepertinya tidak berpengaruh ke minat konsumen menggunakan e-commerce. Kalau beli kulkas atau gadget harga di atas Rp5 juta maka Rp10 ribu akan sangat kecil sekali efeknya," kata dia.
Menurutnya, saat ini transaksi di e-commerce lebih didominasi oleh pembeli dengan nilai transaksi di bawah Rp1 juta per item. Jika ada yang besar itu tidak signifikan untuk menambah penerimaan negara.
Dengan demikian, ia menilai pengenaan bea meterai ini lebih mengatur terkait pendataan dokumen agar memberikan keadilan bagi pelaku usaha konvensional.
"Selama bakar uang e-commerce berupa promo dan diskon ongkos kirim masih berlanjut maka pungutan bea materai Rp10 ribu bisa dimaklumi," kata dia.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah juga berpendapat pungutan bea meterai pada transaksi online tepat dilakukan. Sebab, ini untuk memastikan kekuatan hukum dari perjanjian.
"Setiap penandatanganan perjanjian memang harus ada meterainya yang berarti ada bea nya. Selama ini belum diatur bukan berarti tidak perlu diatur," ujarnya.
Piter melihat pengenaan bea meterai ini akan memberikan dampak positif bagi pemerintah maupun konsumen yang bertransaksi di e-commerce.
"Di satu sisi hal ini meningkatkan kekuatan hukum dari kesepakatan term of condition, melindungi para pihak, di sisi lain ini menjadi sumber penerimaan negara," jelasnya.
Bahkan ia melihat kebijakan ini akan memperluas dan memperbesar jumlah pelaku usaha digital di dalam negeri. Sebab, perjanjian yang jelas dalam bentuk dokumen untuk transaksi besar akan lebih terjamin.
"Bisa dibayangkan berapa banyak kesepakatan digital yang dilakukan setiap harinya, ini pasti bernilai besar dan pastinya akan mendorong munculnya perusahaan digital yang akan memberikan layanan ini. Seperti layanan tandatangan digital sebelumnya," pungkasnya.