Ditakuti Jokowi & Sri Mulyani, Apa Itu "Hantu" Taper Tantrum?
10 Juni 2021, 09:00:00 Dilihat: 285x
Jakarta - Ancaman perekonomian Indonesia tahun depan yang dikhawatirkan pemerintah akan terjadi adalah adanya taper tantrum seiring dengan rencana pengetatan kebijakan bank sentral.
Taper tantrum ini berhubungan erat dengan kebijakan suku bunga yang diterapkan oleh bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve atau The Fed.
Lalu sebenarnya apa dan bagaimana taper tantrum ini bisa terjadi?
SVP Research Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial mengungkapkan tapering adalah pengurangan surat utang yang dikeluarkan oleh pemerintah Amerika Serikat (US treasury) oleh The Fed. Artinya, bank sentral akan mengurangi porsi pembelian surat utang dari nilai yang sebelumnya dilakukan.
"Tujuan dilakukannya pengurangan pembelian ini adalah mengurangi risiko apabila terjadi kenaikan suku bunga tiba-tiba. Jadi dilakukannya itu secara gradual atau perlahan," kata Janson dalam program Investime, Senin (7/6/2021).
Tapering ini dilakukan setelah sebelumnya bank sentral melakukan penurunan suku bunga untuk mengantisipasi perekonomian. Setelahnya, bank sentral akan melakukan “pencetakan uang†dengan membeli US treasury hingga mencapai US$ 120 miliar per bulannya.
Lalu, seiring dengan terjadinya pemulihan ekonomi maka bank sentral akan mulai mengurangi pembelian surat utang. Inilah yang disebut taper tantrum.
Hingga saat ini masih belum bisa dipastikan kapan keputusan tersebut akan diambil oleh The Fed. Namun pelaku pasar sudah mulai mengkhawatirkan kondisi tersebut akan segera terjadi seiring dengan semakin cepatnya akselerasi perekonomian Amerika pascapandemi.
Janson menyebutkan, risiko yang saat ini dilihat paling dekat oleh investor adalah bayangan inflasi yang meningkat. Sebab jika inflasi meningkat mau tak mau The Fed akan mulai menaikkan suku bunga atau mengurangi pembelian surat utang.
"Kalau kenaikan suku bunga kan tidak mungkin, itu terlalu drastis atau ekstrim. Nah untuk mengurangi ekstrim itu mengurangi kadar pembeliannya, itu melalui tapering dulu," terangnya.
Namun demikian, dia menyebutkan pemulihan ekonomi Amerika saat ini masih belum terjadi di seluruh sektor, terutama di sektor transportasi dan pariwisata yang banyak menyerap tenaga kerja. Sehingga The Fed juga akan mempertimbangkan pertumbuhan seluruh sektor ekonomi untuk memberikan keputusannya.
"Kalau dari data payroll Amerika pekan lalu malah dissapointed, di bawah ekspektasi market. jadi kalau recoverynya cepet itu masih belum terasa," terangnya.
Kemudian, pertimbangan lainnya adalah rendahnya data ekspor dan impor China karena dampak terjadinya kenaikan harga bahan baku hingga logistik yang tersendat. Sehingga diperkirakan dalam waktu dekat akan terjadi normalisasi inflasi.
Pertimbangan lainnya adalah mulai stagnannya imbal hasil (yield) US treasury 10 tahun di kisaran 1,6%. Hal ini menunjukkan bahwa bahaya ancaman inflasi, seperti yang disampaikan The Fed bersifat transitory.
"Jadi kalau kita bicara bayang-bayang tapering itu ada hantu atau tidak, sepertinya mungkin hantunya baru sebulan dua bulan, jadi everything will be normalize. Jadi hantunya baru akan ada tahun depan," tandasnya.
Sumber : cnbcindonesia.com