Sektor Manufaktur Bikin Gembira, IHSG-Rupiah Siap Berjaya!
03 Juni 2021, 09:00:00 Dilihat: 340x
Jakarta - Pasar keuangan dalam negeri menghijau pada perdagangan Senin lalu sebelum libur Hari Lahir Pancasila kemarin. Pada perdagangan hari ini, Rabu (2/6/2021), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah, hingga obligasi berpeluang kembali menguat, melihat sektor manufaktur dunia yang menunjukkan peningkatan. Pelaku pasar pun semakin optimistis perekonomian global semakin kuat di tahun ini.
Di awal pekan ini, IHSG langsung melesat 1,7% ke 5.947,463. Investor asing yang melakukan aksi borong saham big cap menjadi pemicu penguatan IHSG. Data pasar mencatat pada hari Senin aksi beli bersih (net buy) asing sebesar Rp 774 miliar di pasar reguler, dengan nilai transaksi yang cukup besar Rp 13,5 triliun.
Asing tercatat mengoleksi enam saham big cap, di mana sebagian besar asing mengoleksi saham bank big cap. Adapun saham bank big cap tersebut yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Selain saham bank big cap asing juga tercatat mengoleksi dua saham big cap lainnya, yakni PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Astra International Tbk (ASII).
Sementara itu dari pasar obligasi, yield Surat Berharga Negara (SBN) mayoritas mengalami penurunan. Dari SBN tenor 1 hingga 30 tahun, tenor 10, 15, dan 20 tahun yang yield-nya naik.
Pergerakan yield tersebut berbanding terbalik dengan harga obligasi, saat yield turun harganya naik, begitu juga sebaliknya.
Artinya, penurunan yield tersebut menunjukkan aksi beli di pasar obligasi, dan kemungkinan juga terjadi capital inflow. Sepanjang pekan lalu, capital inflow di pasar obligasi cukup besar.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang lalu, terjadi capital inflow di pasar obligasi sebesar Rp 4,14 triliun.
Masuknya aliran modal di pasar saham dan obligasi tersebut membuat rupiah juga membukukan penguatan tipis 0,04% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.275/US$. Dengan penguatan tersebut, Mata Uang Garuda sukses membukukan penguatan 4 hari beruntun.
Bursa saham AS (Wall Street) mengawali perdagangan Juni dengan mendatar meski data manufaktur Paman Sam menunjukkan peningkatan ekspansi.
Indeks Dow Jones berakhir di 34.575,31, menguat tipis 0,13% atau 45,86 poin saja, padahal di pembukaan perdagangan menguat hingga 300 poin. Sementara indeks S&P 500 dan Nasdaq turun tipis masing-masing 0,05% dan 0,09% ke 4.202,04 dan 13.736,48.
Institute for Supply Management (ISM) kemarin melaporkan ekspansi aktivitas manufaktur di bulan Mei naik menjadi 61,2 dari sebelumnya 60,7. Kenaikan tersebut lebih tinggi dari hasil survei Reuters sebesar 60,9.
Sektor manufaktur berkontribusi sekitar 12% terhadap produk domestik bruto (PDB) AS, sehingga semakin menguatkan optimisme melesatnya perekonomian Paman Sam.
Optimisme perekonomian AS semakin tinggi setelah lebih dari setengah populasi AS saat ini sudah menerima paling tidak satu dosis vaksin corona, dilansir dari data yang dipublikasikan oleh Center of Disease Control (CDC) yang dipublikasikan Minggu (30/5/21). Bahkan penambahan kasus corona harian hanya berada di angka 12 ribu orang dan menjadi yang terendah sejak Maret 2020.
Sektor energi di Wall Street rally menyusul melesatnya harga minyak mentah. Harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate melesat lebih dari 2% ke 67,5/barel dan jenis brent lebih dari 1% ke atas US$ 70/barel.
Optimisme akan meningkatnya permintaan minyak mentah saat musim panas di Amerika Serikat dan Eropa menjadi penopang kenaikan harga minyak mentah. Saat musim panas, warga AS dan Eropa biasanya menghabiskan waktu untuk berpergian dengan kendaraan, sehingga permintaan bahan bakar akan meningkat.
"Meski ada kecemasan akan pengetatan pembatasan sosial akibat peningkatan kasus Covid-19 di beberapa wilayah Asia, tetapi pasar sepertinya fokus pada potensi peningkatan permintaan di Amerika Serikat dan Eropa," tulis analis dari ING Economics dalam sebuah catatan, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (1/6/2021).
"Di AS, periode berkendara saat musim panas resmi dimulai setelah Memorial Day di awal pekan, dan kita memasukinya saat persediaan bensin sedang dalam tren menurun, dan tidak jauh dari level terendah dalam lima tahun terakhir," tambahnya.
Perusahaan GasBuddy juga mengatakan pada hari Minggu lalu, permintaan bensin naik 9,6% dari rata-rata empat hari Minggu sebelumnya. Kenaikan tersebut menjadi yang terbesar sejak musim panas tahun 2019.
Wall Street yang mendatar pada perdagangan Selasa waktu setempat tentunya menunjukkan kurangnya gairah di pasar saham terbesar di dunia tersebut. Tetapi jika sentimen pelaku pasar di luar negeri sedang bagus. Bursa saham Eropa kemarin membukukan penguatan tajam setelah sektor manufakturnya menunjukkan rekor ekspansi tertinggi sepanjang sejarah.
IHS Markit melaporkan aktivitas manufaktur yang dicerminkan dengan Purchasing Managers†Index (PMI) zona euro bulan Mei naik menjadi 63,1 dari bulan sebelumnya 62,9. Angka indeks di bulan Mei tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah, yang membuat pasar saham semakin bergairah menyambut pemulihan ekonomi. Indeks DAX Jerman melesat nyaris 1%, kemudian CAC Prancis naik 0,66%. Kemudian indeks Stoxx 600 Eropa naik 0,75% dan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Angka di atas 50 menunjukkan dunia usaha tengah dalam fase ekspansi.
Selain zona euro, PMI manufaktur Inggris juga naik ke rekor tertinggi sepanjang masa 65,6, yang membuat indeks FTSE menguat 0,82%.
Sektor manufaktur dunia sedang menunjukkan kebangkitan yang menunjukkan mulai pulihnya perekonomian global. Seperti disebutkan di halaman sebelumnya, PMI manufaktur AS juga melesat naik, kemudian kemarin pagi ekspansi manufaktur China juga menunjukkan peningkatan meski tipis.
Caixin/Markit melaporkan PMI manufaktur bulan Mei naik menjadi 52, dari bulan sebelumnya 51,9. Analis yang disurvei Reuters sebelumnya memprediksi ekpansi sektor manufaktur China akan tetap sebesar 51,9.
Dari dalam negeri, IHS Markit akan merilis data aktivitas sektor manufaktur bulan Mei hari ini. Pada bulan lalu IHS Markit melaporkan PMI manufaktur pada April 2021 sebesar 54,6. Naik dari bulan sebelumnya yaitu 53,2 dan mencapai titik tertinggi sepanjang sejarah pencatatan.
"Kunci dari perbaikan ini adalah pertumbuhan pemesanan baru (new orders) yang sangat pasar. Dunia usaha melakukan ekspansi yang signifikan, dan mencatat rekor tertinggi sejak survei dilakukan pada April 2011," sebut keterangan resmi IHS Markit, Senin (3/5/2021).
Ekpansi sektor manufkatur tersebut tentunya menjadi kabar bagus, sebab industri pengolahan berkontribusi nyaris 20% terhadap PDB Indonesia.
Jika data PMI manufaktur bulan Mei kembali menunjukkan peningkatan, tentunya akan memberikan optimisme perekonomian Indonesia bangkit di kuartal II-2021, dan menjadi sentimen positif bagi pasar finansial Indonesia. IHSG, rupiah hingga SBN berpotensi menghijau lagi.
Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi, yang bisa menjadi indikasi sebesar besar daya beli masyarakat. Data terakhir menunjukkan inflasi Indonesia pada bulan April tumbuh 0,13% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sementara dibandingkan April 2020 (year-on-year/yoy), inflasi ada di 1,42%.
Sementara itu indeks dolar AS yang sedang merosot memberikan peluang bagi rupiah untuk menguat. Indeks dolar AS kemarin melemah 0,12% ke 89,923.
Dolar AS tertekan setelah pelaku pasar semakin banyak mengambil posisi jual (short). Data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) yang dirilis Jumat lalu menunjukkan posisi jual (short) dolar AS berada di level tertinggi sejak akhir Februari.
Nilai net short dolar AS pada pekan yang berakhir 25 Mei dilaporkan sebesar US$ 27,89 miliar, naik tajam dibandingkan posisi net short sepekan sebelumnya US$ 15,07 miliar.
Naiknya posisi net short tersebut menunjukkan semakin banyak pelaku pasar yang "membuang" dolar AS sebab diprediksi nilainya akan akan melemah.
Sumber : cnbcindonesia.com