JAKARTA - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pelaksanaan pemilu yang akan dilakukan pada 2019 mendatang menuai kontroversi. Bahkan, MK pun dianggap berpolitik saat meloloskan putusan itu.
Aroma politis yang dilakukan MK semakin terasa, ketika uji materi terhadap Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008, tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) yang diajukan sejak Mei 2013 baru dikabulkan pada Kamis 23 Januari 2014 lalu.
"Ini menunjukkan MK tidak memahami spirit keberadaan mereka, salah satunya memberi kepastian hukum yang cepat. Wajar parpol mempertanyakan MK bermain politik," ungkap pakar hukum tata negara, Margarito Kamis kepada Okezone di Jakarta, Jumat (24/1/2014) malam.
Dia pun mengaku bingung lantaran MK terlalu lama membuat putusan soal pemilu serentak.
"Sepertinya MK sengaja mencari alasan, seperti akan menggangu tahapan Pemilu 2014 yang sudah berjalan. Kemudian, akan menimbulkan kegaduhan politik. Alasan, ini kan baru mumcul dua minggu terakhir," tegasnya.
Seharusnya kata dia, pemilu serentak bisa dilakukan pada 2014 ini jika sejak 2013 lalu hal itu sudah diputuskan MK.
"Kalau sejak awal kan masih punya waktu satu tahun satu bulan dan itu cukup bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyiapkan diri. Namun, MK sengaja menunda agar ada alasan teknis yang tidak bisa digugat," paparnya.
Dia beranggapan, MK seolah sudah memiliki frame dan melakukan kalkulasi politik sebelum memutuskan pemilu serentak di 2019.
"Meski sulit dibuktikan tapi kalau ini terjadi, bisa dipastikan MK memang sudah bermain politik. Ini cara berfikir yang berbahaya. Kalau mereka (MK) berpolitik, lalu siapa yang akan mengawal konstitusi?" tutup Margarito. (put)