JAKARTA - Hari ini, Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang perdana uji materi Perppu MK yang baru saja diterbitkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menyelamatkan lembaga yudikatif tersebut.
Menurut pemohon, Habiburokhman, dirinya berani mendaftarkan Perppu MK dikarenakan berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 Tentang pembentukan peraturan perundang-undangan telah mensejajarkan Perppu setara dengan undang-undang.
"Alasan Kedua, Pasal 22 UUD 1945 yang mengatur Perppu terdapat di dalam Bab VII tentang DPR. Materi Bab VII terdiri atas Pasal 19, Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22A, dan Pasal 22B, yang mengatur tentang kelembagaan DPR (Pasal 19, Pasal 20A, Pasal 21, dan Pasal 22B) serta materi mengenai pembuatan Undang-Undang sebagai hasil Perubahan I dan II (Vide Pasal 20). Dalam hubungannya dengan materi yang diatur dalam Bab VII ketentuan Pasal 22 sangat erat hubungannya dengan kewenangan DPR dalam pembuatan Undang-Undang, dengan demikian secara substantif Perppu adalah UU," kata Habib, melalui rilis yang diterima Okezone, Selasa (12/11/2013).
Kemudian, kata Habib, UUD 1945 membedakan antara Perppu dengan Peraturan Pemerintah (PP) sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (2) yang tujuannya untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
"Terakhir, Perppu melahirkan norma hukum dan sebagai norma hukum baru akan dapat menimbulkan: (a) status hukum baru, (b) hubungan hukum baru, dan (c) akibat hukum baru," ujarnya.
Menurutnya, ada dua alasan Perppu tersebut harus dibatalkan oleh MK, pertama Perppu Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang MK dikeluarkan tidak dalam keadaan genting dan memaksa.
"Perlu digaris-bawahi bahwa persoalan tertangkapnya Ketua MK Akil Mohtar saat menerima suap adalah persoalan genting dan memaksa terkait pemberantaan korupsi dan sama sekali bukan persoalan genting dan memaksa terkait pengaturan MK," jelasnya.
Kedua, sambung dia, keberadaan panel ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 A Perppu MK telah membatasi kewenangan Presiden, DPR dan MA untuk mengajukan Hakim Konstitusi.
"UUD 45 secara jelas mengamanatkan bahwa sembilan hakim konstitusi ditetapkan oleh Presiden yang diajukan oleh DPR, MA dan Presiden tanpa harus melewati lagi uji kelayakan dan kepatutan oleh pihak lain," tuturnya.
Terkahir, dia menuturkan keberadaan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) yang dibentuk oleh KY bertentangan dengan Putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006 tanggal 23 Agustus 2006 yang mengecualikan hakim konstitusi sebagai objek pengawasan etik KY dengan argumen bahwa hakim konstitusi merupakan jabatan, bukan profesi karier seperti hakim lain.
(cns) Catur Nugroho Saputra - Okezone